- Tag #Islam
Orang tua mungkin pernah melarang anaknya keramas pada siang hari saat Bulan Ramadhan. Aktivitas ini membuat tubuh lebih segar sehingga menjadi salah satu pantangan dan dianggap dapat membatalkan puasa atau mengurangi pahala. Aturan tersebut berkembang secara turun temurun yang dipercaya sebagian kalangan dan bertahan hingga saat ini.
Larangan ini tentu tentu bertentangan dengan kesehatan rambut karena tidak dikeramas saat puasa. Jika hal ini dijalankan, maka orang-orang akan keramas sebelum imsak, sesudah berbuka atau tidak keramas sama sekali selama satu bulan. Padahal tidak ada hadist yang melarang umat Islam yang berpuasa melakukan keramas atau membasahi rambutnya.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah menyiramkan air ke atas kepalanya sedangkan Rasulullah sedang dalam keadaan berpuasa, karena dahaga dan panasnya matahari. Hal ini tentu menjadi pedoman bahwa berkeramas pada siang hari saat berpuasa diperbolehkan. Pasalnya Rasulullah SAW juga melakukannya.
Demikian juga disebutkan dalam kitab Al-Majmu’ yang dikarang oleh Imam Al-Nawawi yang mengatakan bahwa orang berpuasa boleh berdam di dalam air, menyelam di dalamnya serta menyiramkan air di atas kepalanya.
Namun ada pengecualian yang dapat membatalkan puasa, yakni jika air tersebut terminum dan melewati kerongkongan. Maka otomatis hal itu tindakan tersebut akan membatalkan puasanya.
Intinya adalah tidak boleh berlebihan dalam melakuakan keramas atau berendam, pasalnya tidankan berlebihan tersebut bisa berpotensi air yang digunakan terminum dan membatalkan puasa.
Maka dengan dalil tersebut, logika kita untuk mengatakan bahwa sebenarnya berkeramas itu dapat membatalkan puasa menjadi gugur dengan sendirinya. Sebab yang menetapkan batal atau tidaknya puasa bukan hanya semata-mata logika saja, melainkan logika itu pun tetap harus mengacu kepada dalil-dalil syar'i yang sudah ada.
Sebaiknya kita tidak lagi terjebak dengan larangan yang turun temurun dijalankan tanpa adanya dalil yang jelas. Pasalnya sumber pengetahuan umat Islam adalah Al-Qur’an dan hadits. Semoga ilmunya bermanfaat dan terimakasih sudah membaca.
Larangan ini tentu tentu bertentangan dengan kesehatan rambut karena tidak dikeramas saat puasa. Jika hal ini dijalankan, maka orang-orang akan keramas sebelum imsak, sesudah berbuka atau tidak keramas sama sekali selama satu bulan. Padahal tidak ada hadist yang melarang umat Islam yang berpuasa melakukan keramas atau membasahi rambutnya.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah menyiramkan air ke atas kepalanya sedangkan Rasulullah sedang dalam keadaan berpuasa, karena dahaga dan panasnya matahari. Hal ini tentu menjadi pedoman bahwa berkeramas pada siang hari saat berpuasa diperbolehkan. Pasalnya Rasulullah SAW juga melakukannya.
Demikian juga disebutkan dalam kitab Al-Majmu’ yang dikarang oleh Imam Al-Nawawi yang mengatakan bahwa orang berpuasa boleh berdam di dalam air, menyelam di dalamnya serta menyiramkan air di atas kepalanya.
Namun ada pengecualian yang dapat membatalkan puasa, yakni jika air tersebut terminum dan melewati kerongkongan. Maka otomatis hal itu tindakan tersebut akan membatalkan puasanya.
Intinya adalah tidak boleh berlebihan dalam melakuakan keramas atau berendam, pasalnya tidankan berlebihan tersebut bisa berpotensi air yang digunakan terminum dan membatalkan puasa.
Maka dengan dalil tersebut, logika kita untuk mengatakan bahwa sebenarnya berkeramas itu dapat membatalkan puasa menjadi gugur dengan sendirinya. Sebab yang menetapkan batal atau tidaknya puasa bukan hanya semata-mata logika saja, melainkan logika itu pun tetap harus mengacu kepada dalil-dalil syar'i yang sudah ada.
Sebaiknya kita tidak lagi terjebak dengan larangan yang turun temurun dijalankan tanpa adanya dalil yang jelas. Pasalnya sumber pengetahuan umat Islam adalah Al-Qur’an dan hadits. Semoga ilmunya bermanfaat dan terimakasih sudah membaca.